JAKARTA- Politisi Partai Golkar Bambang Soesatyo kembali mengingatkan pentingnya Indonesia membentuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Siber. Pembentukan TNI Angkatan Siber merupakan bagian dari upaya untuk mencapai kemandirian pertahanan, mengurangi ketergantungan pada pihak asing, serta menghadapi ancaman yang semakin berkembang.
Terlebih, posisi Geopolitik Indonesia sangat rawan, karena berhadapan langsung dengan trisula negara persemakmuran Inggris Malaysia, Singapura, dan Australia, yang tergabung dalam lima perjanjian pertahanan kekuatan (FFDA) bersama Selandia Baru dan Britania Raya. Di sisi lain juga berada di arena pertarungan geopolitik Rusia, China, dan Amerika.
“Dunia saat ini sudah memasuki era digitalisasi dimana operasi militer dapat dikendalikan dari jarak yang sangat jauh, dengan lebih cepat, tepat, dan akurat. Karenanya, sudah waktunya bangsa Indonesia membentuk Angkatan Siber sebagai matra keempat TNI. Keberadaan Angkatan Siber nantinya akan memperkuat tiga matra TNI yang telah ada, yaitu TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara,” ujar Bamsoet sapaan akrabanya itu dalam memperingati HUT ke-79 TNI di Jakarta, Sabtu (5/10).
Ketua MPR RI ke-16 dan Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, sejumlah negara di dunia telah mempersiapkan diri menghadapi perang generasi V siber dengan center of gravity pada data dan informasi. Semisal, Amerika Serikat yang dikenal memiliki pasukan siber paling kuat, yaitu U.S. Cyber Command. Mereka bertugas melindungi jaringan militer dan melakukan operasi siber ofensif. Selain itu, National Security Agency (NSA) juga terkenal dengan kemampuan intelijen sibernya.
“China memiliki unit siber di bawah PLA yang ahli dalam spionase siber dan serangan terhadap infrastruktur kritis negara lain. Serangan siber China sering terkait dengan pencurian informasi teknologi dan militer,” kata Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum, HAM, dan Keamanan serta Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran ini memaparkan, Rusia juga telah memiliki beberapa unit siber di bawah FSB dan GRU. Pasukan siber Rusia terlibat dalam operasi canggih dan sulit dilacak, termasuk serangan terhadap Pemilu di berbagai negara. Selain itu, Korea Utara, memiliki pasukan siber Bureau 121, yang terkenal dengan serangan siber agresif untuk tujuan finansial melalui ransomware dan pencurian cryptocurrency.
Iran memiliki pasukan siber yang sering melakukan serangan terhadap infrastruktur kritis di Timur Tengah dan negara-negara Barat, terutama dalam spionase dan sabotase siber. Begitupula dengan Inggris, memiliki National Cyber Force Inggris yang berperan penting dalam melindungi jaringan nasional dan melakukan operasi siber ofensif, bekerja sama dengan badan intelijen dan militer.
“Pembentukan TNI Angkatan Siber adalah langkah maju dalam menghadapi ancaman pertahanan masa depan yang lebih kompleks dan beragam. Karenanya, diperlukan perencanaan dan strategi yang matang, kolaborasi lintas sektor yang kuat, serta dukungan sumberdaya yang memadai. Selama Angkatan Siber belum terbentuk, langkah bijak untuk saat ini adalah memperkuat satuan atau lembaga siber yang sudah ada dalam menjaga kedaulatan siber Indonesia,” pungkas Bamsoet. (Pranoto Adi)