Keberadaan Pasar Induk Kota Salatiga di wilayah Pasar Raya 1 dan 2 serta sepanjang Jalan Taman Pahlawan sampai Pasar Blauran menjadi titik kumpul transaksi segala jenis komoditas di wilayah Kota Salatiga. Warga Salatiga dan sekitarnya menjadikan pasar induk tersebut sebagai tujuan utama mencari aneka jenis kebutuhan sehari-hari serta kebutuhan tambahan lainnya seperti sayur mayur, daging dan lauk pauk lainnya yang termasuk dalam kategori barang dagang basah.
Tak hanya barang dagang basah, di sentra pasar induk juga tersedia aneka barang dagang kering. Alat elektronik, alat pertukangan, hingga perhiasan semuanya dapat ditemui dengan mudah di kawasan tersebut.
Meski tak disangkal hal ini memudahkan bertemunya para pedagang dan pembeli. Beberapa persoalan muncul dengan semakin ramainya masyarakat yang menggantungkan hidup di pasar induk ini. Masalah kemacetan, lahan parkir hingga sepinya sejumlah pasar kecil seperti di Pasar Sayangan dan Pasar Jetis menjadi hal serius yang harus segera disikapi.
Anggota DPRD Kota Salatiga dari Partai PDI Perjuangan, Hartoko Budiono memiliki harapan dan pandangan terkait penataan kembali Pasar Induk Kota Salatiga.
Ditemui Portallensa di rumahnya, Minggu (29/9), Hartoko mengatakan, saat ini penataan pasar induk dianggap mendesak lantaran banyaknya persoalan yang muncul beberapa waktu terakhir.
“Bicara soal penataan pasar, saya memiliki pandangan bahwa pola perdagangan di Kota Salatiga ini hanya berpusat di pasar induk mulai dari Pasar Raya hingga ke Pasar Blauran. Sehingga ada persoalan muncul salah satunya mematikan pasar kecil seperti di Pasar Sayangan dan Rejosari,” terangnya.
Hartoko menambahkan, masalah lahan parkir juga akan terus muncul apabila konsentrasi jual beli tidak diurai. Saat ini, kata dia, kemacetan seringkali terjadi dan dikeluhkan oleh warga masyarakat di sekitar pasar induk. Hartoko beranggapan, penyediaan kantung parkir baru belum memungkinkan jika pasar tidak diurai.
“Saya punya harapan bahwa penguraian konsentrasi pasar ini bisa dimulai dengan pemisahan antara pusat perdagangan komoditas basah dan kering. Untuk komoditas basah, tidak harus semua direlokasi, ada beberapa titik yang harus digeser misalnya sayuran yang datang dari beberapa wilayah di Salatiga dan sekitarnya, harus diarahkan ke pasar-pasar kecil seperti di Sayangan misalnya. Sementara untuk di Pasar Raya 1 dan 2, dipusatkan sebagai sentra komoditas kering, ” jelas Hartoko.
Hartoko menambahkan, di luar kegiatan pasar pagi, dirinya menganggap bahwa penguraian kegiatan jual beli tersebut nantinya akan dapat menjadi awal penataan kembali pasar induk. Sehingga, kata dia, persoalan lain akan bisa secara perlahan ditata ulang.
“Itu dulu, nanti berikutnya akan terlihat persoalan lainnya seperti kantung parkir dan sebagainya. Selain itu, hal tersebut juga akan bisa menghidupkan kembali pasar-pasar kecil seperti di Sayangan dan Jetis,” pungkas Hartoko.